Sunday, October 16, 2011

Bersama Sihan Harried Taning – Pengantar (bagian 2)

Sambungan dari bagian satu………….





Cara melatih yang hampir sama pun diterapkan di Bhumi Marinir Cilandak Jakarta. Saat itu pertengahan tahun 2008, saya turut hadir dalam ujian kenaikan tingkat karateka yang berasal dari cabang khusus Marinir Cilandak Jakarta.



Saat itu seorang anggota marinir yang berpangkat Kapten melontar pertanyaan kepada Sihan Harried Taning. Kebetulan Anggota Marinir ini berasal dari Bukittinggi, jadi saya cepat “beradaptasi” dengan sang kapten ini. Sang Kapten pun mengungkapkan kalau dirinya pernah mengecap beladiri silat sewaktu belum masuk marinir ini.



Ada 2 pertanyaan disampaikan yaitu pertama, mengapa terdapat perbedaan dalam bentuk gerakan dalam masing-masing aliran ataupun perguruan karate. Dan yang kedua apakah sebenarnya inti sebuah beladiri itu.



Sihan Harried Taning menyebutkan bahwa secara garis besar di dunia ini terdapat dua aliran besar karate. Dan sesuai dengan dimana karate tersebut berkembangan. Dimana kondisi geografis dari beladiri ini sangat mempengaruhi. Disebutkanlah oleh beliau yaitu Aliran Utara dan Aliran Selatan.



Aliran utara yang kondisi geografisnya yang cendrung datar berbatu dan kering melahirkan aliran karate yang bercirikan mempergunakan kuda-kuda lebar dan panjang serta serangan yang lurus.



Sedangkan aliran selatan yang kondisi geografisnya berbukit dan mempunyai tanah yang basah dan berlumpurkan melahirkan aliran karate yang bercirikan mempergunakan kuda-kuda yang pendek dan bertarung dalam jarak yang rapat.



Untuk pertanyaan kedua Sihan Harried menyebutkan, sebenarnya “inti” dari sebuah beladiri dalam hal ini karate adalah prinsip “AKU ADA JIKA ENGKAU ADA”. Semakin kita mendalami karate maka akan semakin muncul pengertian tersebut.



Ada yang paham? tanya beliau.



Tapi semua diam, ada yang mengangguk-angguk tapi tidak jelas menggangguk tanda apa. Asal manggut-manggut aja?



Okelah kita beri contoh.



Lalu beliau menunjuk 2 orang yang berpostur tinggi besar dan berbadan tegap. Satu orang disuruh gedan barai dengan kuda-kuda Zenkutsu Dachi kaki kanan didepan. Yang lain disuruh memegang erat tangan kanan.



Oke kamu orang, lepaskan tanganmu dari pegangan dia, dan sebaliknya kamu pegang yang erat jangan sampai lepas. Siap. Ya Mulai! Yang lain kasih semangat!.



Mulai 2 orang tentara ini saling adu tenaga, memegang erat dan mencoba melepaskan. Diiringi sorak-sorak dari rekan-rekannya. Ada sekitar satu menit “pertarungan” itu berlangsung. Tapi belum jelas siapa yang menang dan kalah. Dan tanganpun tidak ada yang terlepas.



Oke sekarang di tukar, sebaliknya yang memegang.



Dan 2 tentara ini pun kembali saling beradu. Tetap diiring sorak sorai rekan-rekannya. Tetap tidak bisa melepaskan pegangan lawannya. Seru sekali mereka berdua. Apalagi dilihat semua prajurit-prajurit Marinir ini. Tapi belum juga bisa melepaskan pegangannya.



Oke Cukup. Sekarang coba pegang tangan saya ujar Sihan Harried Taning sambil menunjuk seorang tentara yang berbadan paling besar. Dan semua harap memperhatikan baik-baik. Kamu pegang yang erat sekuat yang kamu bisa.



Sang tentara agak ragu, tapi dia mulai memegang tangan kanan Sihan Harried Taning dengan erat. Sedangkan tangan kanan Sihan Harried Taning hanya diam tanpa bergerak.



Lebih Erat lagi, kurang keras, Tambah beliau



Sang tentara makin mengencangkan pegangannya. Terlihat dua tangannya yang berotot mengeluarkan urat-urat yang jelas terlihat.



Masih kurang, lebih keras lagi, Ujar Sihan Harried Taning. Tapi tangan kanan beliau masih tidak mengeluarkan gerakan perlawanan.



Saya yang berdiri tak jauh dari Sihan Harried Taning, langsung menduga, wah pasti beliau akan menunjukan Bunkai dari Heian Shodan. Pasti beliau akan menunjukan philosophy karate : “Kalahkan dirimu sebelum engkau mengalahkan orang lain” . Philosophy yang sering disebutkan beliau kepada saya. Seperti akan begitu. Pasti sebentar lagi tangan kanan tersebut akan melemah dan kemudian memindahkan tenaga dari sang tentara berbadan besar ini. Saya diam dan menunggu apa reaksi dari sihan Harried Taning menghadapi pegangan dari tentara yang berbadan besar dan pegangannya terlihat sangat erat dan kuat tersebut. Para tentara yang lain juga diam menunggu apa yang akan dilakukan Sihan Harried Taning.



Oke sudah full pegangannya, tanya Sihan Harried Taning, Sang tentara mengangguk sedikit dan peluh yang mengucur di dahinya terlihat jelas.



Oke sekarang lepaskan! kata Sihan Harried Taning datar tapi jelas terdengar oleh semua yang hadir.



Sang tentara pun spontan melepaskan pegangannnya. Sambil mundur selangkah dan menjauh dari Sihan Harried Taning.



Nah itulah karate…. Tak perlu kan mengeluarkan tenaga apa-apa. Saya cukup bilang lepaskan, lawan saya sudah melepaskan pegangannnya. Bagaimana? Paham dengan prinsip aku ada kalau kamu ada?



Semua terpana , terdiam dan kemudian sontak bersorak dan berkata, luar biasa! Apalagi tentara yang berbadan besar tadi, seperti orang linglung sambil geleng-geleng kepala nya.



Sang kapten mendekatkan kepada saya dan berujar, “ senpai Andi, iyo santiang sihan ko.”



DOSA TURUNAN



Ada ungkapan yang masih terpatri di benak saya dari Sihan Harried Taning.

Beliau menyebutkan : Tidak ada kohaimu yang salah, yang salah adalah Majelis Sabuk Hitam yang melatih dan mendidiknya dan tidak ada Majelis Sabuk Hitam yang salah, yang salah adalah Dewan Guru yang melatih dan mendidiknya.



Beliau membahasakan kesalahan tersebut sebagai sebuah dosa turunan.



Dalam sebuah latihan gabungan di Lapangan Monas beliau mengenalkan Bunkai dari Manji Uke yang merupakan gerakan pemungkas dari kata Heian Godan.



Beliau memanggil saya dan bertanya, Andi, kamu tahu kan siapa karateka yang paling senior di Sumatera Barat? Saya menyebut 2 nama. Sensei Ir. H Apris Hamid dan senpai ********** (edited). Yang terakhir seumpama kakek pelatih di Sumatera Barat dan saya adalah cucunya. Karena senpai saya Alm. Nasrul Natra adalah murid langsung dari beliau. (mudah-mudahan senpai ********** (edited) senantiasa sehat dan panjang umur).



Saat Gashuku Nasional kemaren , saya pernah tanya ke ********** (edited), apa bunkai dari gerakan Manji Uke ini. Spontan dia sebut untuk memegang p****s lawan dan menarik sekeras-kerasnya.



Wah kalau benar bunkainya adalah memegang anu-nya lawan dan menarik sekeras-kerasnya, maka cuma ada 2 kemungkinan :



Pertama : Anu-nya lawan bisa memanjang hingga mencapai satu meter lebih. Wah tidak terbayang bagaimana memakai celananya ya….?



Kedua : Anu-nya lawan seperti “Per” yang bisa di tarik dan kemudian bisa dilepaskan…. toing….toing…toing...toing…. toing….!!!!!



Nah inilah namanya dosa turunan… sebagai sabuk hitam kamu memberikan pengertian yang salah ke kohai-mu.



Bersambung…….

Tuesday, October 11, 2011

Bersama Sihan Harried Taning – Pengantar (bagian 1)

Mengenal teknik-teknik karate yang berkembang saat ini di dalam perguruan Lembaga Karate-do Indonesia tak akan terlepas dari sosok seorang Harried Taning. Beliau termasuk anggota dewan guru yang rajin untuk turun ke daerah-daerah. Kenyataannya, bahwa sejak “operasi kanker akut’” tahun 2000 yang melanda tubuh Lemkari kita mengalami banyak kehilangan panutan, baik secara moral maupun teknik karate.



Tapi Alhamdulillah masih ada orang-orang yang tersisa walau sedikit dan menurut saya diantara yang boleh disebut adalah Sihan Harried Taning. Dan mudah-mudahan beliau diberikan ketetapan hati dan kesehatan jasmani untuk tetap bersama kita melatih.



Dalam kesempatan ini izinkanlah saya untuk berbagi cerita dari berbagai pertemuan dengan beliau. Untuk berbagi ucapan, pendapat baik tentang perkembangan teknik maupun tentang kegundahan hati beliau melihat adik-adik karatenya (demikian beliau membahasakan terhadap kita para yuniornya) pada saat ini.



Tulisan ini akan terbagi atas beberapa cerita lepas sesuai dengan pokok pikiran dari beliau yang yang sempat saya tangkap dan cerna yang mungkin terbatas sesuai dengan kemampuan pemahaman dan subjektifitas yang saya miliki. Tapi akan saya mencoba untuk memaparkan dengan harapan dapat menambah khazanah fikir kita. Semoga.



Awal mengenal sosok seorang Harried Taning berawal ketika kunjungan beliau ke tim SUMBAR dalam menghadapi Kegiatan Nasional Lemkari tahun 1994 di Padang. Dikenalkan oleh Alm. Sensei Nur Alam , ketika Tim sedang mengadakan Pemusatan Latihan di GOR IKIP (UNP sekarang).



SURPRISE!



Masih kental dalam ingatan saya, begitu beliau datang ,kami dikumpulkan baik tim Kumite maupun Kata. Dan pelatih menyebutkan bahwa ada orang PB Lemkari akan memberikan masukan. Semua antusias… mendengar nama PB aja sudah merupakan kehormatan.



Satu pelajaran diberikan beliau.



Saya akan menunjukan salah satu kelemahan kalian. Dimana jika kalian mampu menutup kelemahan tersebut, saya yakin semua lawan kalian pasti akan “lewat”. Tapi sebelumnya saya pengin lihat kemampuan kalian dulu. Bisa?



Osh! Bisa!!! Jawab semua tim bersemangat.



Terus dipanggil beberapa orang dan disuruh berbaris . lalu dalam jarak 50 meter beliau meletakan sebuah batu sebagai tanda. Dan semua yang didepan barisan disuruh menyingkir.



Semua Siap! Oke ada sepuluh orang ya, Nanti siapa yang paling belakang akan saya suruh merayap sekeliling lapangan ini. Mengerti! Posisi start-nya berdiri aja. Semua siap ya!. Akan mulai saya hitung. Pada Hitungan ke tiga semua sprint ya. Oke bisa dimengerti!



Sepuluh orang bersiap untuk melakukan sprint, tidak satupun yang mau untuk merayap sekeliling lapangan. Suasana hening, terlihat ketegangan di wajah sepuluh orang tersebut.



Sihan Harried Taning mulai menghitung,…..



Satu……. !



Semua diam dan tegang……



Dua……..!



Kesepuluh dalam konsentrasi tinggi, bersiap untuk berlari sekencang-kencang nya, terlihat dari kaki dan tangan yang dalam posisi siap “terbang”. Kami yang menonton tak kalah tegangnya…….Menunggu aba-aba berikutnya……..



Nah! Itu yang kalian tak punya dalam kumite ! Tiba-tiba sihan Harried Taning berkata.



Semua tertegun, semua terpana, nggak menyangka kalau yang keluar adalah kata-kata tersebut.



Oke semua duduk lagi. Kemudian beliau dengan lugas menerangkan tentang jarak tempur dalam kumite dan bagaimana bersikap dalam kumite.



Ada sesuatu yang berbeda cara beliau menerangkan teknik kepada orang-orang sekitarnya. Semua langsung dapat dicerna karena memang beliau membuka “pintu” nya terlebih dahulu sehingga semua pelajaran bisa langsung masuk ke benak kita.



Cara melatih yang hampir sama pun diterapkan di Bhumi Marinir Cilandak Jakarta. Saat itu pertengahan tahun 2008, saya turut hadir dalam ujian kenaikan tingkat karateka yang berasal dari cabang khusus Marinir Cilandak Jakarta.





Bersambung…….